(Senin, 23 Juni 2025)
Saat Teduh
Nyanyian Pembuka
BUKA MATAKU
(PKJ 197)
Buka mataku melihat-Mu, Yesus;
kuingin dekat-Mu menyatakan kasih.
Buka telingaku untuk mendengar-Mu.
O, buka mataku melihat-Mu, Yesus.
Pembacaan Kitab Mazmur 64
(dibaca secara berbalasan dengan anggota keluarga)
Doa Pembuka dan Firman
(dipimpin oleh salah satu anggota keluarga)
Pembacaan Alkitab
Perjanjian Lama : Ayub 18: 1-21
Perjanjian Baru : 1 Korintus 1: 18-31
Renungan
Dalam hidup yang kita jalani, cara pandang merupakan sesuatu yang sangat penting. Cara pandang akan sangat mempengaruhi keputusan dan perilaku kita terhadap sesuatu yang ada di depan kita. Ketika kita memandang sesuatu sebagai hal yang negatif, maka pastilah keputusan dan perilaku yang kita tunjukkan terhadap sesuatu itu cenderung negatif pula. Contohnya: jika kita memandang bahwa orang yang duduk di samping kita adalah orang yang mencurigakan, maka pasti keputusan dan perilaku yang kita nampakkan terhadap orang itu adalah keputusan dan perilaku yang tidak jauh dari kecurigaan. Demikian juga sebaliknya, jika cara pandang kita terhadap orang yang duduk di sebelah kita adalah positif, maka sikap dan perilaku kita terhadap itu tentu juga akan cenderung positif. Cara pandang seringkali menjadi penentu arah dalam kita bersikap dan bertindak di tengah kehidupan ini.
Hal itulah juga yang sebenarnya diungkapkan oleh Paulus dalam bacaan kita hari ini. Surat 1 Kor. 1: 18-31 memberi peringatan kepada kita tentang adanya perbedaan cara pandang antara dunia dengan Allah terhadap suatu realitas yang ada di sekitar kita. Paulus mengungkapkan bahwa bagi dunia, 'salib' dipandang sebagai sebuah kebodohan. Sebab, 'salib' adalah lambang kenistaan. Orang yang disalib adalah orang yang dipandang jahat oleh dunia, karena itu ia layak untuk dihukum dengan cara demikian. Namun, bagi Allah, 'salib' bukanlah sebuah kebodohan. 'Salib' adalah lambang cinta kasih Allah akan dunia yang dikuasai oleh dosa. Melalui 'salib', Allah menyatakan kasih dan pengampunan-Nya bagi dunia.
Perbedaan cara pandang ini, pada akhirnya membawa dampak pada perbedaan kita dalam bersikap dan berperilaku terhadap 'salib'. Karena dunia memandang salib sebagai sebuah kebodohan, maka dunia tidak dapat menerima dan mempercayai karya Allah melalui peristiwa 'salib' Kristus. Tidak demikian dengan kita yang percaya Allah, karena kita kepercayaan kita kepada Allah, maka kita mengikuti cara pandang Allah, sehingga kita memandang 'salib' tidak seperti dunia memandangnya. Hal itulah yang membuat kita dapat menunjukkan sikap yang percaya kepada salib dan berperilaku yang berbeda dengan dunia terhadap salib.
Demikian juga yang kita lihat dalam perdebatan antara Ayub dan Bildad (sahabat Ayub) dalam kitab Ayub 18: 1-31. Ayub dan Bildad memiliki cara pandang yang berbeda terhadap penderitaan yang sedang Ayub hadapi. Oleh karena itu, mereka memiliki sikap dan perilaku yang berbeda satu dengan yang lain. Bagi Ayub, penderitaan yang dialaminya itu terjadi bukan karena ia berbuat jahat dan berbuat yang tidak benar di hadapan Allah dan manusia. Ayub memandang penderitaan itu sebagai sebuah ujian bagi dirinya dan karena itu, ia terus memohon kepada Tuhan untuk dapat segera menolongnya terbebas dari penderitaan itu.
Sementara, bagi Bildad, setiap orang yang menderita pasti disebabkan oleh kejahatannya. Tidak ada di dunia ini, orang yang hidupnya baik dan benar mengalami penderitaan. Oleh karena itu, Bildad berusaha menyadarkan Ayub agar berjuang untuk menemukan kejahatan yang telah dilakukannya sehingga ia mengalami penderitaan seperti itu. Bildad meminta Ayub untuk mengakui saja kejahatannya, sebab orang yang jahat tidak akan mendapat tempat yang baik di hadapan Allah. Hidupnya akan suram dan sengsara. Bildad menggambarkan kesuraman hidup orang jahat secara panjang dan lebar sebagaimana diceritakan dalam Ayub 18: 1-31.
Belajar dari dua bagian teks Alkitab ini, kita diingatkan bahwa cara pandang merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan kita. Setiap keputusan, sikap dan perilaku kita di tengah dunia ini pastilah sangat dipengaruhi oleh cara pandang kita. Oleh karena itu, jangan memandang realitas kehidupan ini dengan kacamata diri kita sendiri, melainkan pakailah cara pandang Allah untuk menjadi dasar dalam kita mengambil keputusan, sikap dan perilaku dalam kehidupan kita. Sebab, cara pandang kita sangatlah terbatas dan bisa salah, namun cara pandang Allah akan membawa kita pada kebenaran yang sejati. Jika kita memakai cara pandang Allah, maka keputusan, sikap dan perilaku kita tentu akan mengarah pada hal-hal yang membawa kebaikan dan kebenaran di tengah kehidupan kita.
Pertanyaannya, cara pandang siapa yang seringkali kita pakai dalam kita mengambil keputusan di tengah kehidupan kita? Sudahkah kita selalu memakai cara pandang Allah terhadap segala sesuatu sebagai referensi utama kita dalam mengambil keputusan, menentukan sikap, dan mengarahkan perilaku kita dalam hidup? Marilah kita merenungkannya. Tuhan memberkati. Amin.
Doa Syafaat dan Penutup
Berdoalah agar masyarakat memiliki kesediaan untuk menjaga kesehatan lingkungan di sekitarnya dengan cara membuang sampah pada tempatnya.
Nyanyian Penutup
ISILAH MATAKU DENGAN CITRA SALIBMU
(PKJ 270)
Isilah mataku dengan citra salib-Mu;
dengan kasih-Mu penuhi hatiku.
Isilah mulutku dengan syukur pada-Mu:
hidupku seluruhnya milik-Mu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar