Persembahan Yang Terbaik

(Selasa, 16 Januari 2024)

 

Saat Teduh

 

Nyanyian Pembuka 

 

Isilah Mataku Dengan Citra Salib-Mu

(PKJ 270)

 

Isilah mataku dengan citra salib-Mu;

dengan kasih-Mu penuhi hatiku.

Isilah mulutku dengan syukur pada-Mu:

hidupku seluruhnya milik-Mu.


Pembacaan Mazmur 86

(dibaca secara berbalasan dengan anggota keluarga)


Doa Pembuka dan Firman

(dipimpin oleh salah satu anggota keluarga)


Pembacaan Alkitab

Perjanjian Lama : 1 Samuel 15 : 10-31

Perjanjian Baru : Kisah Para Rasul 5 : 1-11


Renungan 

     Dua kata yang seringkali kita dengar saat kita berbicara tentang persembahan kepada Tuhan adalah kata "Persembahan terbaik". Orang seringkali mengucapkan: "Jika kita hendak mempersembahkan sesuatu kepada Tuhan, maka kita harus memberikan persembahan yang terbaik dari yang kita miliki dalam kehidupan kita". Pertanyaannya, apa "persembahan yang terbaik" itu? Apakah persembahan yang nilainya begitu berharga dalam hidup kita? Apakah persembahan yang jumlahnya begitu besar? Apakah persembahan yang khusus, yang tidak dapat diberikan oleh orang lain dalam hidup mereka?

    Jika kita mengacu pada bacaan kita dalam Kisah Para Rasul 5:1-11, maka kita akan menemukan jawaban bahwa persembahan yang terbaik adalah persembahan yang berangkat dari hati yang jujur. Persembahan yang terbaik bukanlah soal nilai, jumlah, dan bentuk barang yang kita berikan kepada Tuhan. Persembahan yang terbaik adalah persembahan yang lahir dari hati yang jujur dan iklas dalam memberikannya. Kisah Ananias dan Safira menjadi kisah yang memberikan pelajaran yang berharga buat kita perhatikan dalam kehidupan kita.

    Mereka adalah pasangan suami-isteri yang hidup dalam persekutuan jemaat mula-mula. Pada masa itu, ada kebiasaan dalam kehidupan Jemaat untuk saling berbagi dalam hidup bersama. Ketika ada salah satu di antara mereka yang mendapatkan berkat Tuhan dalam kehidupan mereka, maka mereka akan mempersembahkan berkat itu dalam persekutuan, sebagai wujud tekad mereka dalam berbagi berkat dengan seluruh anggota persekutuan yang ada. Pola hidup semacam ini, selalu ditunjukkan dan menjadi budaya yang dihidupi oleh seluruh persekutuan Jemaat mula-mula. Oleh karena itu, ketika Ananias dan Safira menjual sebidang tanah mereka, maka mereka pun membawa persembahan mereka dan menyerahkannya kepada para rasul sebagai bentuk pengucapan syukur dan kesediaan mereka untuk berbagi berkat dalam persekutuan umat Tuhan. 

    Namun, ada yang salah dari sikap mereka saat membawa persembahan mereka. Sikap yang salah itu adalah ketika mereka berdua tidak jujur di hadapan Tuhan. Sebelum mereka membawa persembahan itu, mereka telah menyimpan sebagian hasil penjualan tanah itu. Namun mereka mengaku bahwa persembahan yang mereka bawa itu merupakan keseluruhan dari hasil penjualan tanah mereka. Hal inilah yang membuat Tuhan tidak berkenan dengan persembahan yang mereka bawa. Bahkan ketika Petrus mencoba untuk menegor dan menasihati mereka, itu pun tidak mereka perhatikan. Mereka tetap bertahan dengan ketidak jujuran mereka. Oleh karena itu, Tuhan menghukum mereka.

    Demikian juga yang terjadi dalam pengalaman hidup Saul, saat ia menjadi raja Israel. Saul juga pernah melakukan kebohongan di hadapan Tuhan. Ketika Tuhan memerintahkan dia dan pasukan Israel untuk tidak mengambil barang jarahan dari orang-orang Amalek, Saul memilih untuk mengambil apa yang baik dari negeri orang Amalek dan merampasnya. Bahkan saat Samuel memperingatkan dia tentang kesalahannya itu, Saul tetap saja bertahan dengan pembenarannya melalui berbagai alasan yang seakan-akan tindakannya itu benar. Dia mengatakan bahwa semua itu dia lakukan demi kebaikan rakyat yang dipimpinnya dan untuk dipersembahkan kepada Tuhan. Semenjak itulah, Tuhan tidak lagi berkenan pada kepemimpinan Saul di tengah kehidupan umat Israel. (1 Sam 15:10-31)

    Belajar dari dua kisah yang dicatat dalam Alkitab ini, kita dapat belajar bahwa Tuhan kita adalah Tuhan yang berkenan pada kejujuran. Tuhan tidak pernah berkenan pada ketidak jujuran dengan alasan apapun. Ia menghendaki umat-Nya untuk memiliki kejujuran dalam kehidupan mereka. Dalam berelasi dengan umat-Nya, Tuhan tidak membutuhkan persembahan-persembahan yang nilainya besar dan jumlahnya banyak. Tuhan adalah pribadi yang bahagia ketika umat-Nya mampu mempersembahkan kejujuran dalam hidup mereka. 

    Oleh karena itu, sekalipun kita memberikan persembahan besar dan banyak, jika hidup kita masih diwarnai dengan ketidak jujuran dan penipuan, Tuhan tetap memanggil kita untuk memperbaiki hidup kita. Jauh lebih baik di mata Tuhan, jika kita hanya mampu memberikan persembahan yang tidak terlalu besar dan banyak, namun itu berasal dari kejujuran hidup yang kita jalani di tengah dunia ini. Itulah persembahan yang terbaik dan berharga di mata Tuhan. Yang Tuhan inginkan bukanlah harta kekayaanmu. Yang Tuhan inginkan adalah hidupmu yang jujur dan benar. Itulah persembahan terbaikmu bagi Dia. Amin.


Doa Syafaat dan Penutup

Berdoalah agar gereja tetap memiliki kepedulian kepada isu-isu sosial yang berkembang di masyarakat dan turut serta dalam menegakkan kebenaran, sekalipun terkadang tantangannya begitu berat.


Nyanyian Penutup

 

Hidup yang Jujur

(NKB 130 : 1, 3)

 

Hidup yang jujur hendak 'ku serah

pada Yesusku yang aku sembah,

Persekutuan mes'ra dan kudus,

ingin kuikat dengan Penebus.


Refrain:

     Ya Yesus, 'Kau kurbankan darah-Mu bagiku;

    'ku b'ri masa depanku dan hidup bagi-Mu.

    Hatiku 'kuserahkan menjadi takhta-Mu.

    Kuminta kuasailah, seluruh hidupku.


Di mana-mana, setiap kerja

'kan 'ku lakukan demi nama-Nya.

Rela menanggung sengsara pedih,

'ku ikut Yesus, 'ku pikul salib.

(kembali ke refrain)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

“Dipulihkan, Diberkati, dan Dikuatkan oleh DIA”

Sabtu, 20 Desember 2025 SAAT TEDUH   PUJIAN PEMBUKA NKB. 143 _ Janji Yang Manis   Janji yang manis: ” ‘Kau tak ‘Ku lupakan”, tak terombang-a...