Kamis, 25 September 2025
NYANYIAN PEMBUKA
https://youtu.be/UxcywsoUe08?si=WsXNe6hQ5uWjSM15
DOA PEMBUKA
RENUNGAN
Dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, Rasul Paulus mengangkat sebuah topik yang sangat praktis namun sarat makna teologis: memberi. Ia tidak datang dengan sebuah perintah yang kaku, melainkan dengan sebuah ajakan yang didasarkan pada teladan termulia. Inilah inti perenungan kita: bagaimana kemurahan hati kita menjadi cerminan dari kasih karunia Kristus, khususnya dalam konteks kita sebagai orang Kristen di Indonesia saat ini.
"Sebab kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya." (ayat 9)
Dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, Rasul Paulus mengangkat sebuah topik yang sangat praktis namun sarat makna teologis: memberi. Ia tidak datang dengan sebuah perintah yang kaku, melainkan dengan sebuah ajakan yang didasarkan pada teladan termulia. Inilah inti perenungan kita: bagaimana kemurahan hati kita menjadi cerminan dari kasih karunia Kristus, khususnya dalam konteks kita sebagai orang Kristen di Indonesia saat ini.
"Sebab kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya." (ayat 9)
Inilah fondasi dari segala tindakan memberi orang Kristen. Paulus tidak memulai dengan "kamu harus" atau "kamu wajib". Ia memulai dengan mengingatkan jemaat Korintus (dan kita) pada Injil itu sendiri. Yesus, yang memiliki segala kekayaan dan kemuliaan surgawi, rela mengosongkan diri-Nya, menjadi manusia, dan menderita di kayu salib. Ia menjadi "miskin" agar kita, yang miskin secara rohani karena dosa, dapat menjadi "kaya" dalam pengampunan, anugerah, dan kehidupan kekal.
Setiap tindakan memberi yang kita lakukan bukanlah untuk "membeli" berkat Tuhan, melainkan sebuah respons syukur atas kekayaan rohani yang sudah kita terima secara cuma-cuma di dalam Kristus. Pemberian kita menjadi cermin kecil dari pengorbanan-Nya yang agung.
"Sebab kamu dibebani bukanlah supaya orang-orang lain mendapat keringanan, tetapi supaya ada keseimbangan. Maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan mereka, agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada keseimbangan." (ayat 13-14)
Paulus memperkenalkan sebuah prinsip yang indah: prinsip keseimbangan (isotēs). Tujuannya bukanlah membuat yang kaya menjadi miskin, atau sebaliknya. Tujuannya adalah agar di dalam tubuh Kristus, tidak ada jemaat yang berkelimpahan sementara jemaat lain menderita kekurangan yang parah.
Inilah fondasi dari segala tindakan memberi orang Kristen. Paulus tidak memulai dengan "kamu harus" atau "kamu wajib". Ia memulai dengan mengingatkan jemaat Korintus (dan kita) pada Injil itu sendiri. Yesus, yang memiliki segala kekayaan dan kemuliaan surgawi, rela mengosongkan diri-Nya, menjadi manusia, dan menderita di kayu salib. Ia menjadi "miskin" agar kita, yang miskin secara rohani karena dosa, dapat menjadi "kaya" dalam pengampunan, anugerah, dan kehidupan kekal.
Setiap tindakan memberi yang kita lakukan bukanlah untuk "membeli" berkat Tuhan, melainkan sebuah respons syukur atas kekayaan rohani yang sudah kita terima secara cuma-cuma di dalam Kristus. Pemberian kita menjadi cermin kecil dari pengorbanan-Nya yang agung.
"Sebab kamu dibebani bukanlah supaya orang-orang lain mendapat keringanan, tetapi supaya ada keseimbangan. Maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan mereka, agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada keseimbangan." (ayat 13-14)
Paulus memperkenalkan sebuah prinsip yang indah: prinsip keseimbangan (isotēs). Tujuannya bukanlah membuat yang kaya menjadi miskin, atau sebaliknya. Tujuannya adalah agar di dalam tubuh Kristus, tidak ada jemaat yang berkelimpahan sementara jemaat lain menderita kekurangan yang parah.
Ini adalah sebuah teguran keras bagi gereja di Indonesia. Kita hidup di tengah realitas kesenjangan ekonomi yang nyata. Ada gereja-gereja di kota besar dengan fasilitas megah dan sumber daya melimpah, sementara di pelosok atau di desa-desa, banyak gereja yang kesulitan untuk sekadar menopang hidup para pendeta dan pelayan Tuhan, atau memperbaiki atap bangunan yang bocor.
Prinsip keseimbangan ini mengajak kita untuk bertanya. Apakah kelebihan yang Tuhan titipkan pada saya—baik itu uang, waktu, talenta, atau jaringan—bisa menjadi jawaban atas kekurangan saudara seiman saya di tempat lain?Apakah gereja kita memiliki "mata" yang peka untuk melihat kebutuhan gereja lain yang lebih kecil atau yang sedang dalam kesulitan?
Paulus kemudian mengutip kisah manna di padang gurun (ayat 15), "Orang yang mengumpulkan banyak, tidak kelebihan dan orang yang mengumpulkan sedikit, tidak kekurangan." Ini adalah gambaran dari pemeliharaan Tuhan yang dirancang untuk komunitas, bukan untuk penimbunan individu. Berkat Tuhan yang kita terima hari ini dimaksudkan untuk cukup, dan sebagian darinya bisa menjadi sarana Tuhan untuk mencukupkan kebutuhan orang lain.
Budaya modern seringkali mendorong kita untuk berpikir "ini berkatku, ini hasil kerjaku". Alkitab justru mengajarkan cara pandang komunal: "kita adalah satu tubuh". Kelebihan satu anggota tubuh seharusnya menjadi kekuatan bagi anggota tubuh lain yang lemah.
Mari kita periksa hati kita saat memberi. Apakah kita memberi karena terpaksa, karena ingin dipandang rohani, atau karena sungguh-sungguh digerakkan oleh kasih Kristus yang telah terlebih dahulu memberi segalanya untuk kita? Pemberian yang tulus lahir dari hati yang bersyukur.
Prinsip keseimbangan ini memanggil kita pada tindakan nyata. Ini bisa berarti gereja Anda secara rutin mendukung pelayanan di daerah terpencil, Anda secara pribadi membantu biaya pendidikan anak dari keluarga yang kurang mampu, atau komunitas Anda bergotong-royong membantu anggota yang sedang mengalami kesulitan finansial.
Ini adalah sebuah teguran keras bagi gereja di Indonesia. Kita hidup di tengah realitas kesenjangan ekonomi yang nyata. Ada gereja-gereja di kota besar dengan fasilitas megah dan sumber daya melimpah, sementara di pelosok atau di desa-desa, banyak gereja yang kesulitan untuk sekadar menopang hidup para pendeta dan pelayan Tuhan, atau memperbaiki atap bangunan yang bocor.
Prinsip keseimbangan ini mengajak kita untuk bertanya. Apakah kelebihan yang Tuhan titipkan pada saya—baik itu uang, waktu, talenta, atau jaringan—bisa menjadi jawaban atas kekurangan saudara seiman saya di tempat lain?Apakah gereja kita memiliki "mata" yang peka untuk melihat kebutuhan gereja lain yang lebih kecil atau yang sedang dalam kesulitan?
Paulus kemudian mengutip kisah manna di padang gurun (ayat 15), "Orang yang mengumpulkan banyak, tidak kelebihan dan orang yang mengumpulkan sedikit, tidak kekurangan." Ini adalah gambaran dari pemeliharaan Tuhan yang dirancang untuk komunitas, bukan untuk penimbunan individu. Berkat Tuhan yang kita terima hari ini dimaksudkan untuk cukup, dan sebagian darinya bisa menjadi sarana Tuhan untuk mencukupkan kebutuhan orang lain.
Budaya modern seringkali mendorong kita untuk berpikir "ini berkatku, ini hasil kerjaku". Alkitab justru mengajarkan cara pandang komunal: "kita adalah satu tubuh". Kelebihan satu anggota tubuh seharusnya menjadi kekuatan bagi anggota tubuh lain yang lemah.
Mari kita periksa hati kita saat memberi. Apakah kita memberi karena terpaksa, karena ingin dipandang rohani, atau karena sungguh-sungguh digerakkan oleh kasih Kristus yang telah terlebih dahulu memberi segalanya untuk kita? Pemberian yang tulus lahir dari hati yang bersyukur.
Prinsip keseimbangan ini memanggil kita pada tindakan nyata. Ini bisa berarti gereja Anda secara rutin mendukung pelayanan di daerah terpencil, Anda secara pribadi membantu biaya pendidikan anak dari keluarga yang kurang mampu, atau komunitas Anda bergotong-royong membantu anggota yang sedang mengalami kesulitan finansial.
Mari kita berhenti melihat kemurahan hati sebagai sebuah beban. Sebaliknya, mari kita memandangnya sebagai sebuah kehormatan—kesempatan untuk berpartisipasi dalam pekerjaan Tuhan dan menjadi saluran kasih karunia-Nya di dunia ini. Sama seperti Kristus yang rela menjadi miskin agar kita menjadi kaya, biarlah kemurahan hati kita menjadi bukti nyata bahwa kita adalah murid-murid-Nya yang telah mengalami kekayaan anugerah-Nya.
Mari kita berhenti melihat kemurahan hati sebagai sebuah beban. Sebaliknya, mari kita memandangnya sebagai sebuah kehormatan—kesempatan untuk berpartisipasi dalam pekerjaan Tuhan dan menjadi saluran kasih karunia-Nya di dunia ini. Sama seperti Kristus yang rela menjadi miskin agar kita menjadi kaya, biarlah kemurahan hati kita menjadi bukti nyata bahwa kita adalah murid-murid-Nya yang telah mengalami kekayaan anugerah-Nya.
DOA SYAFAAT
- Kaum muda memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri di berbagai bidang
- Kesadaran untuk menjadi berkat bagi sesama di tengah situasi yang tidak stabil.
- Indonesia semakin dipulihkan oleh kuasa Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar