Sabtu, 14 Juni 2025
SAAT TEDUH
PUJIAN PEMBUKA
KJ. 64 - Bila Kulihat Bintang Gemerlapan
Bila kulihat bintang gemerlapan dan bunyi guruh riuh kudengar,
ya Tuhanku, tak putus aku heran melihat ciptaanMu yang besar.
Maka jiwaku pun memujiMu: "Sungguh besar Kau, Allahku!"
Maka jiwaku pun memujiMu: "Sungguh besar Kau, Allahku!"
Ya Tuhanku, pabila kurenungkan pemberianMu dalam Penebus,
'ku tertegun: bagiku dicurahkan oleh PutraMu darahNya kudus.
Maka jiwaku pun memujiMu: "Sungguh besar Kau, Allahku!"
Maka jiwaku pun memujiMu: "Sungguh besar Kau, Allahku!"
PEMBACAAN KITAB MAZMUR 8
(dibaca secara berbalasan dengan anggota keluarga)
DOA PEMBUKA DAN FIRMAN
PEMBACAAN ALKITAB
Ams. 4: 1-9 Luk. 2: 41-52
RENUNGAN
"Hikmat dalam Hidup yang Berkenan kepada Allah"
Seorang anak kecil bertanya kepada ibunya, “Bu, kenapa bintang-bintang itu bisa bersinar di langit?” Sang ibu menjawab, “Karena Tuhan yang menaruhnya di sana dan memberinya cahaya.” Anak itu berpikir sebentar dan berkata, “Berarti Tuhan itu sangat pintar dan luar biasa ya, Bu.”
Jawaban polos itu menyentuh hati ibunya — betapa dalamnya pemahaman anak kecil tentang kebesaran Allah, sekaligus menunjukkan bahwa dari kecil manusia sudah punya kemampuan merenung dan belajar tentang kebijaksanaan.
Tiga bacaan hari ini membawa kita pada satu benang merah: kemuliaan Allah, nilai hikmat, dan pertumbuhan dalam pengenalan akan Allah. Kita melihat dari pujian pemazmur, nasihat hikmat dari Amsal, dan teladan Yesus muda yang bertumbuh dalam hikmat dan kasih karunia.
Mazmur 8 — Kemuliaan Allah dan Martabat Manusia. Mazmur ini merupakan pujian yang agung: “Ya TUHAN, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi!” (ay. 2). Pemazmur kagum melihat ciptaan Tuhan, terutama bagaimana manusia yang tampaknya kecil justru diberikan tanggung jawab besar: “Engkau membuat dia hampir sama seperti Allah, dan memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat.” (ay. 6). Ini adalah dasar identitas kita: kita diciptakan dalam kehormatan untuk mewakili Tuhan dalam dunia.
Amsal 4:1–9 — Nilai Hikmat sebagai Warisan Hidup. Penulis Amsal (Salomo) menasihati: “Peganglah teguh didikan, jangan melepaskannya, peliharalah dia, karena dialah hidupmu.” (ay. 13). Hikmat bukan hanya soal pengetahuan, tapi cara hidup yang benar di hadapan Tuhan, yang diwariskan dari generasi ke generasi. Orang bijak akan: Menghindari jalan orang fasik, Mencari kebenaran dan Menghormati didikan orang tua. Hikmat adalah mahkota kehidupan — lebih berharga daripada emas atau kekuasaan.
Lukas 2:41–52 — Yesus Muda dan Pertumbuhan dalam Hikmat. Yesus pada usia 12 tahun, dalam tradisi Yahudi, sedang memasuki masa tanggung jawab rohani. Ia pergi ke Bait Allah dan berdiskusi dengan ahli Taurat: “Semua orang yang mendengar Dia sangat heran akan kecerdasan-Nya dan segala jawab yang diberikan-Nya.” (ay. 47). Namun yang luar biasa adalah bahwa meski Ia adalah Anak Allah, Ia tetap: Tunduk kepada orang tua-Nya (ay. 51) dan Bertumbuh dalam hikmat, dan dalam kasih karunia Allah dan manusia (ay. 52). Hikmat sejati bukan hanya soal tahu banyak hal, tetapi tentang ketaatan, kerendahan hati, dan pengenalan akan kehendak Allah.
Renungkanlah:
1. Apakah kita masih kagum akan karya Tuhan seperti pemazmur?
2. Apakah kita mencintai hikmat dan didikan, atau mengandalkan logika sendiri?
3. Apakah kita bertumbuh dalam karakter dan kerohanian seperti Yesus?
Di zaman yang penuh informasi ini, banyak orang pintar, tapi belum tentu bijaksana. Hikmat sejati adalah hidup yang selaras dengan kehendak Tuhan dan memberi tempat utama bagi-Nya.
DOA SYAFAAT DAN PENUTUP
Keluarga yang saling mendukung dalam suka dan duka.
NYANYIAN PENUTUP
KJ. 64 - Bila Kulihat Bintang Gemerlapan
Pabila nanti Kristus memanggilku, sukacita amatlah besar,
kar'na terkabullah yang kurindukan: melihat Dikau, Tuhanku akbar.
Maka jiwaku pun memujiMu: "Sungguh besar Kau, Allahku!"
Maka jiwaku pun memujiMu: "Sungguh besar Kau, Allahku!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar