Kamis, 15 Mei 2025
NYANYIAN PEMBUKA
https://youtu.be/AHuaF0LEW0g?si=qVDRmFbzEmHEl9Qa
DOA PEMBUKA
RENUNGAN
Pak Budi adalah seorang petani sayur sederhana yang tinggal di sebuah desa kecil di lereng gunung yang subur. Setiap pagi, sebelum matahari terbit sepenuhnya, ia sudah berjalan menuju ladangnya. Baginya, ladang bukan hanya tempat mencari nafkah, tetapi juga tempat ia merasakan kedekatan dengan Sang Pencipta.
Suatu ketika, seorang pemuda dari kota yang sedang berlibur di desa itu bertanya kepada Pak Budi, "Pak, tidakkah Bapak bosan setiap hari melakukan hal yang sama? Mencangkul, menanam, menyiram, lalu panen. Begitu terus."
Pak Budi tersenyum ramah. Ia mengajak pemuda itu duduk di pematang sawah, memandang matahari pagi yang mulai memancarkan sinarnya ke lembah.
"Nak," kata Pak Budi, "Setiap kali saya melihat matahari terbit seperti ini, saya merasa seperti mendengar pujiannya kepada Tuhan. Lihatlah bagaimana cahayanya menghidupkan semua yang ada di sini. Dengar kicauan burung-burung itu? Mereka juga sedang bernyanyi memuji Tuhan."
Ia melanjutkan, "Ketika saya mencangkul tanah yang subur ini, saya bersyukur atas berkat Tuhan. Ketika benih yang saya tanam mulai bertunas dan tumbuh hijau, saya melihat keajaiban ciptaan-Nya. Bahkan cacing-cacing di dalam tanah yang menggemburkan lahan ini, mereka pun punya peran dalam rencana Tuhan."
Pak Budi bercerita bahwa dulu ia pernah mengalami gagal panen parah akibat serangan hama. Saat itu ia sempat putus asa. Namun, ia tidak berhenti berdoa dan berusaha. Perlahan, dengan bimbingan penyuluh pertanian dan kerja kerasnya, ladangnya pulih kembali.
"Saat itu," kenang Pak Budi, "Saya semakin sadar betapa kecilnya saya dan betapa besarnya kuasa Tuhan. Bahkan hama yang merusak pun, dalam keteraturan alam, punya tempatnya, mengingatkan saya untuk tidak sombong dan selalu bergantung pada-Nya. Ketika akhirnya saya bisa panen lagi, rasa syukur dan pujian saya kepada Tuhan begitu meluap. Bukan hanya dari mulut, tapi dari hati yang paling dalam."
Bagi Pak Budi, setiap elemen di alam sekitarnya – gunung yang menjulang gagah, aliran sungai yang memberi kehidupan, udara segar yang ia hirup, hingga tanaman sayur yang ia rawat dengan penuh kasih – semuanya adalah bagian dari paduan suara agung yang memuji Tuhan. Ia merasa menjadi bagian kecil dari orkestra alam semesta itu, dan tugasnya adalah "memainkan alat musiknya" dengan sebaik-baiknya: dengan bekerja keras, bersyukur, dan menjaga kelestarian alam yang dipercayakan kepadanya.
Kehidupan Pak Budi yang sederhana, namun penuh kesadaran akan kebesaran Tuhan dalam ciptaan-Nya, mencerminkan semangat Mazmur 148. Ia tidak memerlukan kata-kata yang muluk untuk memuji Tuhan; seluruh hidup dan karyanya menjadi pujian yang nyata. Ia melihat "suara" Tuhan dalam setiap detail alam dan meresponnya dengan rasa syukur dan ketaatan. Kisahnya mengajarkan kita bahwa pujian sejati lahir dari hati yang terhubung dengan Sang Pencipta dan alam ciptaan-Nya.
Mazmur 148 adalah sebuah kidung pujian yang luar biasa, sebuah panggilan universal kepada seluruh ciptaan untuk memuji Tuhan. Tidak ada satupun yang dikecualikan: mulai dari para malaikat di surga, matahari, bulan, bintang-bintang, hingga samudera raya, gunung-gunung, pohon-pohon, binatang liar, binatang melata, burung-burung, bahkan para raja, pembesar, pemuda-pemudi, orang tua dan anak-anak. Semuanya diajak untuk meninggikan nama Tuhan.
Hari ini kita diajak untuk membuka mata dan telinga kita terhadap simfoni pujian yang bergema di seluruh alam semesta. Marilah kita tidak hanya menjadi penonton, tetapi partisipan aktif dalam pujian ini. Kenali kebesaran Tuhan dalam ciptaan-Nya, dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam karya penebusan-Nya. Biarlah hidup kita menjadi sebuah kidung pujian yang memuliakan nama-Nya.
DOA SYAFAAT DAN PENUTUP
- Gereja yang memberikan kesempatan anak muda berkreasi.
- Kesehatan orang-orang terkasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar