TataIbadah
Rabu – 10 April 2024
Tujuh Istri? Serasa Berada di Langit Ketujuh
Tenang
Berdiamlah selama semenit, rasakan suasana
di sekeliling Saudara. Dengarkanlah semilir angin yang bertiup, tanpa
kehilangan pendengaran terhadap suara-suara lain di sekitarnya.
Nyanyikanlah
pujian dari
TUHANLAH KEKUATANKU
Pelengkap Kidung Jemaat 307
Tuhanlah kekuatanku,
Tuhanlah nyanyianku:
Dialah kes’lamatanku.
Jikalau Dia di pihakku,
terhadap siapakah ‘ku gentar?
Bacalah Mazmur 135
Pilihlah
satu bagian ayatnya dan cobalah mengingatnya sebentar. Resapilah bagian itu dan
jadikan sebagai pesan penting menjalani hari ini.
Perenungan Firman
Berdoalah
sebelum membaca perikop
Markus 12.18-27
Renungan
Sapta
merenung. Beberapa
hari lagi ia akan menikah. Kali ini untuk ketujuh kalinya. Enam istri sebelumnya
berakhir tragis. Ada yang meninggal karena sakit terminal, ada yang kecelakaan,
dan rupa-rupa kemalangan lainnya. Haruskah ia tetap menikah?
Secara
legal tentu saja ia tetap diperbolehkan menikah lagi. Dalam ketentuan GKI
sebenarnya tetap terbuka kemungkinan sebab formulasi janji nikah gerejawinya
menuliskan, “… sampai kematian memisahkan kita” artinya sebuah pernikahan hanya
berlaku ketika kedua pribadi yang menjalaninya masih hidup. Saat yang satu
sudah meninggal, maka otomatis pasangannya akan memiliki status “jomblo“ lagi,
alias diperkenankan menikah lagi.
Itulah
yang terjadi pada Sapta. Atas dasar perjanjian dengan Tuhan dan pasangan
terdahulunya, ia tidak terkendala menikah lagi. Lalu, apa yang jadi masalah?
Dalam
kisah yang dituliskan di Alkitab, ada argumentasi orang Saduki yang menganalogikan
kehidupan manusia seperti Sapta demi menolak kebangkitan. Bagi mereka, tidak
mungkin ada kebangkitan, sebab jikalau ada kebangkitan – yang tentunya
berkonotasi seseorang hidup lagi secara utuh roh dan tubuhnya – maka orang seperti
Sapta akan memilliki banyak istri, sementara ketentuan di dunia menggariskan
bahwasanya seorang suami hanya boleh beristrikan satu orang saja. Lalu, siapa
yang akan dianggap sebagai istri sahnya Sapta?
Jika
argumen semacam ini dipakai sebagai dalih menentang kebangkitan, maka menurut
Yesus, pemahamannya keliru. Dalam paham tentang kebangkitan, orang yang meninggal
lalu dibangkitkan, tidak akan hidup lagi seperti sebelumnya, yakni menikah satu
dengan yang lain, melainkan akan hidup seperti malaikat di surga.
Penjelasan
Yesus seperti ini: Allah yang dikenal oleh orang Saduki merupakan Allahnya
Musa, yang menuliskan kitab Musa, yang sangat dipercaya dan dipegang sebagai
pedoman orang Saduki. Dalam kitab itu ditulis sebuah cerita tentang semak duri,
yang tertulis dalam Keluaran 3.
Cerita
itu mengisahkan Allah yang berkata kepada Musa dalam semak berduri yang menyala
dan memperkenalkan diri-Nya sebagai Allahnya Abraham, Ishak, dan Yakub. Baik
Abraham, Ishak, dan Yakub sama-sama memercayai Allah yang sama.
Penyebutan
nama Abraham, Ishak, dan Yakub, yang waktu itu sudah meninggal, dimaksudkan
untuk mengatakan bahwa mereka bertiga, walaupun sudah mati, tetap hidup bersama
Allah mereka itu. Oleh karenanya, jika mereka benar-benar sudah mati dan tiada
lagi untuk selamanya, maka Ia tidak perlu menyebutkan nama mereka masing-masing
lagi.
Penyebutan
nama ini menunjukkan bahwa mereka semua – walaupun sudah mati – ternyata hidup,
dan hidup bersama Allah. Bagaimana mereka bisa hidup padahal sudah mati? Penjelasannya
hanya satu: mereka dibangkitkan kembali oleh Allah! Oleh karena itu dituliskan
pernyataan, “Ia bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup. Hanya orang
hiduplah yang menyembah Dia! Dan yang mati tentu telah dihidupkan kembali oleh
Allah melalui kuasa-Nya, sehingga dapat menyembah Dia!”
Tulisan
ini sekaligus juga ingin memberitahukan bahwa Allah memiliki kuasa
membangkitkan orang mati. Dia sanggup melakukan sesuatu yang luar biasa terhadap
manusia, dan itu dibuktikan-Nya.
Sapta
bersorak. Ternyata tidak masalah kalau ia menikah lagi. Tidak perlu khawatir dipergunjingkan
orang. Menikah itu urusan di dunia sekarang. Dijalani dalam sebuah periode waktu
demi memampukan seseorang meningkatkan kualitas hidupnya, sebab jika sendirian
ia memiliki berbagai kelemahan yang menghambatnya berbuat baik. Yang penting ia
tetap percaya bahwa hidup yang diperjuangkannya nanti akan membuatnya dibangkitkan
Allah, sesuai dengan apa yang diimaninya.
Masih ragukah kita menikah, eh, mengalami kebangkitan?
Doa Permohonan
Mari mendoakan agar anggota jemaat Tuhan mau mengambil bagian dalam
pelayanan yang tersedia di gereja, sehingga semakin banyak orang terlibat melayani
bersama
Menutup
ibadah hari ini, mari menyanyikan
BILA SANGKAKALA MENGGEGAP
Kidung Jemaat 278 bait 1 dan 2
Bila
sangkakala menggegap dan zaman berhenti,
fajar baru yang abadi merekah;
bila nanti dibacakan nama orang tertebus,
pada saat itu aku pun serta.
Bila
nama dibacakan,
bila nama dibacakan,
bila nama dibacakan,
pada saat itu aku pun serta.
Bila
orang yang telah meninggal dalam Tuhannya
dibangkitkan pada pagi mulia
dan berkumpul dalam rumah yang lestari dan megah,
pada saat itu aku pun serta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar