Tataibadah Harian
Rabu, 08 November 2023
Kumaha
Aing Wae …
Saat Teduh
Nyanyi Bersama
NKB 132 – Bersukacitalah,
Yang Khalis Hatinya
Bersukacitalah, yang
khalis hatinya;
Dan salib Kristus,
Rajamu, terus anjungkanlah!
Bersukalah,
nyanyikan syukurmu!
Kaum muda dan
werda, yang gagah dan lemah,
sorakkan bagi
Allahmu pujian yang megah.
Seumur hidupmu, ke
mana ‘kau pergi,
sepanjang pagi dan
petang, baik duka pun sedih:
Mazmur 5
dibaca secara berbalasan;
laki-laki dan perempuan bergantian
Persiapan merenung
NKB 139 – O Tuhan,
Terangi Hatiku
O Tuhan, terangi hatiku,
Supaya kudapat
mengerti.
Biarlah semangat
kasih-Mu,
Kobarkan sukacita
memberi.
Kobarkan sukacita
memberi.
Pembacaan Alkitab
Seorang
membacakan Amsal 16.21-33
Seorang
lain membacakan Matius 15.1-9
Kemudian
datanglah beberapa orang Farisi dan ahli Taurat dari Yerusalem kepada Yesus dan
berkata, “Mengapa murid-murid-Mu melanggar adat istiadat nenek moyang kita?
Mereka tidak membasuh tangan sebelum makan.”
Jawab
Yesus kepada mereka, “Mengapa kamu pun
melanggar perintah Allah demi adat istiadat nenek moyangmu?
Sebab,
Allah berfirman: Hormatilah ayahmu dan ibumu! dan: Siapa yang mengutuki ayahnya
atau ibunya harus dihukum mati. Namun, kamu berkata: Siapa saja yang berkata
kepada ayahnya atau ibunya: Segala bantuan yang seharusnya engkau terima dariku
adalah persembahan kepada Allah, orang itu tidak wajib lagi menghormati ayahnya
atau ibunya. Dengan demikian, firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi
adat istiadatmu sendiri. Hai orang-orang munafik, tepatlah nubuat Yesaya
tentang kamu:
Bangsa ini memuliakan Aku dengan
bibirnya,
padahal hatinya jauh dari Aku.
Percuma mereka beribadah kepada-Ku,
sementara
ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah
manusia.”
(TB2, LAI)
Renungan: Kumaha Aing Wae …
Judul di
atas merupakan ungkapan bahasa Sunda yang bahasa Indonesianya berarti, “Bagaimana
saya saja”, atau sehari-harinya bisa diterjemahkan dengan “Suka-suka saya” alias
“terserah saya”.
Jujur
saja, apakah kita sering berlaku begitu? Di tengah kehidupan yang serbasulit
ini kita dihadapkan pada pilihan untuk mempermudah diri, sehingga tidak terlalu
sulit menghadapi tantangan.
Mentalitas
demikian diperlihatkan orang-orang Farisi, yang memberlakukan aturan
berdasarkan apa yang mereka inginkan, sehingga dapat memutarbalikkan ketentuan
yang seharusnya dan yang sudah disepakati.
Ketika mereka
mempertanyakan sikap murid Yesus yang tidak mencuci tangan sebelum makan, itu
dimaksudkan untuk membenarkan perilaku mereka mempersalahkan dan mempermalukan Yesus
di depan orang banyak.
Mereka menyalahkan
sikap murid Yesus dan mempertentangkannya dengan aturan atau kebiasaan nenek
moyang mereka. Hal ini bukan dikarenakan alasan kebersihan, melainkan karena
mencuci tangan dalam kebiasaan nenek moyang mereka merupakan simbolisasi menyucikan
tangan mereka, dan ini hubungannya bukan soal kesehatan, melainkan soal ritus
agama.
Jika itu
yang ingin mereka tegaskan, harusnya mereka konsisten, yakni mendahulukan atau
memprioritaskan kesucian hidup. Namun mereka tidak memandang aturan Tuhan
sebagai hal yang harus mereka berlakukan. Inilah yang dikomentari Yesus selanjutnya,
yakni ketidaktaatan mereka terhadap perintah Tuhan, jika dibandingkan dengan
adat istiadat nenek moyang mereka.
Terhadap
ini, Yesus memperlihatkan inkonsistensi mereka, yakni dengan membuat aturan sesuka
hatinya sendiri. Apa yang mereka anggap menguntungkan bagi mereka, itulah yang
diberlakukan. Kalau aturan agama bisa dipakai untuk mendatangkan apa yang
mereka mau, itulah yang dipakai dan dipegang. Sebaliknya, jika adat istiadat
nenek moyang bisa dijadikan pembenaran demi mendapat apa yang mereka inginkan,
itulah yang dikedepankan.
Di
hadapan umum, orang-orang Farisi ini mencitrakan dirinya sebagai kekasih Tuhan,
dekat dengan Tuhan, mau hidup berdasarkan firman Tuhan. Akan tetapi sebetulnya
Tuhan hanya dijadikan sebagai alat demi memperoleh keuntungan pribadi.
Sikap begini
dikecam Yesus. Membawa (atau menjual) nama Tuhan dalam pengajaran yang mereka
lakukan, sementara hidup mereka jauh dari itu. Kata “Tuhan” diucapkan lebih
agar orang lain percaya bahwa ia beriman, dan bisa dianggap sebagai orang baik.
Jika
kita bercermin, mungkin kita sering mengucapkan “haleluya” atau “Puji Tuhan”. Namun
apakah sesungguhnya Tuhan yang sedang kita agungkan? Ataukah kita tetap mengagungkan
diri dan mengutamakan keinginan kita sendiri?
Doa Syafaat
Mari
mendoakan supaya para pelayan Tuhan dimampukan mengatur waktunya untuk melayani
sesama, bekerja, melayani keluarganya, sehingga hidup mereka bisa berguna dan menjadi
berkat.
Nyanyi Bersama
NKB 130 – Hidup Yang
Jujur
Di mana-mana, setiap
kerja
‘
Rela menanggung
sengsara pedih,
kuikut Yesus,
kupikul salib.
Ya Yesus,
Kaukurbankan darah-Mu bagiku;
kub’ri
masa depanku dan hidup bagi-Mu.
Hatiku
kuserahkan menjadi takhta-Mu.
Kuminta,
kuasailah seluruh hidupku.
Memuji Yesus dengan
hidupku –
mau berkenan
pada Dia penuh,
ikut mencari yang
hilang sesat,
bawa pada-Nya yang
susah, penat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar