TATA IBADAH KELUARGA
SELASA, 14 JUNI 2022
NYANYIAN PEMBUKA : KJ 286 : 1-3
“Bumi dan Langit, Pujilah”
FirmanNya mahamulia dan jalanNya tentu.
Betapa kasih hikmatNya! Kendati kita aib:
Sang Adam Baru menjelma, Penolong yang ajaib.
O hikmat kasih! Dialah tak
jatuh diserang:
di dalam darah-daging
pun berjuang dan menang.
DOA PEMBUKAAN
BACAAN ALKITAB – Amsal 8:4-21
RENUNGAN
Menjadi pintar adalah
mimpi setiap orangtua kepada anaknya. Sejak kecil anak sudah dididik untuk
menjadi pintar. Kepintaran ini dipercaya menjadi kunci keberhasilan anak di
masa depan. Tidak heran jika ada orangtua yang memberikan banyak pelajaran
tambahan di luar sekolah (les). Bahkan, waktu saya masih sekolah, ada teman
yang hampir tidak pernah ada hari tanpa les. Apakah ini salah? Selama anak
dapat menikmati kegiatannya dan mampu melakukannya, tidak ada salahnya untuk
memberikan pelajaran tambahan kepada mereka. Namun apakah pelajaran tambahan
yang sifatnya akademis untuk menjadikan orang pintar ini cukup?
Setiap tahun kita
mendengar berita tentang pejabat atau pengusaha yang melakukan korupsi. Ada
juga akademisi-akademisi yang menyalahgunakan ilmunya untuk kepentingan dirinya
sendiri, kepentingan politik atau kepentingan kelompoknya. Apakah mereka
orang-orang bodoh? Tidak. Terlihat dari jejak pendidikan formal mereka dan cara
mereka membangun karir hingga ada di posisi pejabat, akademisi, maupun konglomerat.
Sayangnya, kepintaran yang mereka miliki tidak digunakan untuk tujuan yang
baik. Sebaliknya, kepintaran malah dijadikan senjata untuk memenuhi kepentingan
atau kepuasan diri sendiri.
Menjadi pintar saja
tidak cukup. Manusia membutuhkan hikmat untuk menjalani hidup dengan baik.
Manusia berhikmat akan menuntut kecerdasan (ay. 5) dan membenci kefasikan (ay.
7). Hidup berhikmat berarti hidup yang rendah hati dan mengarahkan pandangan
kepada Tuhan sebagai sumber hikmat. Berhikmat berarti kita memiliki cara pandang
dan cara hidup yang seturut dengan kehendak Allah. Berhikmat juga akan membantu
kita untuk mengambil keputusan yang benar dalam hidup. Sehingga, dengan hikmat,
kepintaran yang sudah dimiliki tidak menjadi sia-sia. Dengan hikmat, kepintaran
yang dimiliki tidak digunakan untuk kepentingan diri sendiri. Menjadikan Allah
sebagai pegangan akan membantu manusia selalu berlaku benar dengan bekal
intelektual yang dimiliki.
Hikmat menjaga kita
untuk tidak terjebak pada kefasikan. Orang yang merasa pintar, jika tidak
berhikmat, akan menggunakan kelebihan intelektualnya tersebut untuk mengakali
segalanya untuk kepentingannya sendiri, dan akhirnya akan menjerumuskan dirinya
dalam kesenangan semu dan dosa. Maka dari itu, hikmat merupakan unsur yang
sangat penting dalam hidup. Ayat 10-11 mengatakan “terimalah didikanku, lebih
dari pada perak, dan pengetahuan lebih dari pada emas pilihan. Karena hikmat
lebih berharga dari pada permata, apa pun yang diinginkan orang, tidak dapat
menyamainya.” Inilah alasan mengapa ketika Salomo mendapatkan kesempatan untuk
meminta segala sesuatu dan akan dikabulkan oleh Tuhan, dia meminta hikmat (2
Tawarikh 1:7-13).
Hanya saja, hikmat bukanlah suatu barang jadi yang diberikan kepada kita. Ketika meminta hikmat, berarti kita siap untuk menjadi orang yang rendah hati dan selalu membuka diri untuk dibentuk oleh Allah. Marilah kita menyediakan diri untuk hidup berdasarkan hikmat dari Allah. Tuhan memberkati kita.
DOA SYAFAAT
Berdoa agar masyarakat tetap melakukan protokol kesehatan.
LAGU PENUTUP : KJ 405 : 1-2
“Kaulah, Ya Tuhan, Surya Hidupku”
asal Kau ada, yang lain tak perlu.
Siang dan malam Engkau kukenang;
di hadiratMu jiwaku tenang!
Kau besertaku dan 'ku sertaMu.
Engkau Bapaku, aku anakMu;
dengan-Mu, Tuhan, 'ku satu penuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar