Selasa, 4 Maret 2025 – MENGHAPUS PRASANGKA, MENERIMA PANGGILAN
NYANYIAN PEMBUKA
PKJ 244 – SEJENAK AKU MENOLEH
Syair dan lagu: Pontas Purba, 1991
Sejenak aku menoleh
pada jalan yang t’lah kutempuh.
Kasih Tuhan kuperoleh,
membuatku tertegun.
Jalan itu penuh liku,
kadang-kadang tanpa t’rang.
Tapi Tuhan membimbingku
hingga aku tercengang.
Kasih Tuhan membimbingku
dan hatiku pun tenang.
Bukan kar’na aku baik
dipegangNya tanganku erat.
Bukan pula orang laik,
hingga aku didekap.
O, betapa aku heran,
dilimpahkan yang terbaik.
Dengan apa kunyatakan
kasih Tuhan yang ajaib?
Kulakukan, kusebarkan
kasih Tuhan yang ajaib.
DOA PEMBUKA
BACAAN
ALKITAB
KISAH PARA RASUL 10:24-33
RENUNGAN
Prasangka seperti api kecil namun dapat membakar
dan menghanguskan sesuatu yang besar. Bukankah kehidupan seseorang atau
kelompok seringkali hancur karena prasangka? Prasangka telah menjadi penghakiman
yang didasarkan karena pengalaman masa lalu, budaya, adat, status sosial yang
berbeda, bahkan ajaran tertentu. Tuhan yang menciptakan semesta dan segala
isinya yang beragam ini, justru kerap menuntun kita untuk keluar dari batasan-batasan
yang dibuat manusia sendiri.
Bacaan kita, mendapati bagaimana Tuhan
menghancurkan prasangka sekaligus membuka jalan bagi panggilan yang lebih
besar. Ini tentang Petrus yang awalnya berprasangka atas Kornelius. Seorang perwira
Romawi yang takut akan Allah. Petrus hidup dalam tradisi Yahudi di mana orang
Yahudi tidak boleh bergaul dengan bangsa lain, karena dianggap najis atau
haram. Namun Petrus dituntun Tuhan melalui penglihatan tentnag makanan haram
yang diperintahkan untuk dimakan. Tuhan berkata "Apa yang dinyatakan
halal oleh Allah, tidak boleh engkau nyatakan haram." Tapi ini bukan
soal makanan, ini merupakan panggilan bagi Petrus untuk menghapus prasangka
terhadap orang yang berbeda.
Ini adalah titik balik bagi Petrus – ia memahami
bahwa Injil bukan hanya untuk orang Yahudi, tetapi untuk semua bangsa.
Pekerjaan Tuhan jauh lebih besar dari batasan manusia. Maka Petrus lalu berani
berjumpa dengan Kornelius dan berkata di ay. 28 “…Allah telah menunjukkan
kepadaku, bahwa aku tidak boleh menyebut orang najis atau tidak tahir.” Kemudian
juga ditegaskan di ay. 34 "Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah
tidak membedakan orang.”
Kisah ini juga mengajak kita untuk berefleksi:
·
Apakah kita masih bersikap ekslusif dan membatasi karya Tuhan?
·
Apakah iman kita akan terusik jika kita bersentuhan dengan yang berbeda?
· Jika Tuhan memanggil kita untuk menjadi alat kasih-Nya di tengah
keberagaman beranikah kita keluar dari prasangka dan zona nyaman?
Kiranya iman dan laku kita membuka
jalan bagi kasih Allah yang melampui batas-batas. Amin.
DOA SYAFAAT
·
Gereja
dan masyarakat bekerja sama menghadapi masalah lingkungannya.
NYANYIAN PENUTUP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar