Tataibadah Harian
Sabtu, 17 Juni 2023
“Percaya Kuasa Tuhan?”
Saat
teduh
Doa pembukaan
Dipimpin
seorang anggota keluarga
Nyanyian Bersama
NKB 49 – Tuhan Yang
Pegang
Tak
ku tahu kan hari esok,
namun
langkahku tegap.
Bukan
surya kuharapkan,
kar’na
surya kan lenyap.
O
tiada ‘ku gelisah
akan
masa menjelang;
‘ku
berjalan serta Yesus.
Maka
hatiku tenang.
Banyak hal tak kufahami
dalam masa menjelang.
Tapi t’rang bagiku ini:
Tangan Tuhan yang pegang.
Tak
ku tahu kan hari esok,
mungkin
langit ‘kan gelap.
Tapi
Dia yang berkasihan
melindungi
‘ku tetap.
Meski
susah perjalanan,
G’lombang
dunia menderu.
Dipimpin-Nya
‘ku bertahan
sampai
akhir langkahku.
Pembacaan Mazmur
Mazmur 100
Dibacakan
oleh seorang anggota keluarga
Perenungan Sabda
-
Doa
persiapan
-
Pembacaan
Alkitab:
Keluaran 6.28-7.13
Markus 7.1-13
Dibacakan oleh seorang anggota
keluarga
“Percaya
Kuasa Tuhan?”
Jika kita punya pergumulan berat, apa yang
pertama terlintas di pikiran kita? Mungkin kita akan bertanya, sanggupkah saya
menyelesaikan masalah ini?
Kalau kita kesulitan, tentu kita akan
menatap Tuhan. Bukankah Dia memiliki kuasa melebihi segala sesuatu di dunia
ini?
Pengalaman Musa diutus Tuhan memimpin bangsa
Israel pada awalnya membuat Musa ketar-ketir. Ia khawatir tidak sanggup
mengarahkan, apalagi mengendalikan sikap umat yang tegar tengkuk serta bebal.
Banyak orang pintar dan senang berargumen, yang bisa menyanggah segala
perkataannya. Itulah sebabnya Musa berdalih kepada Tuhan bahwa dirinya tak pintar
berbicara.
Tuhan menenangkan Musa dan memberitahukan
bahwa penugasan ini sebetulnya merupakan misi Tuhan terhadap Israel. Ia
bermaksud menyelamatkan umat-Nya dari bahaya (baca: maut). Tuhanlah yang
berprakarsa dan Ia tentu tidak akan lepas tangan.
Secara teologis, cerita ini dimaknai sebagai
inisiatif Tuhan menyelamatkan manusia dari dosa. Terhadap dosa, tidak ada
manusia yang sanggup menyelamatkan diri. Jadi hanya Tuhan yang bisa menolong,
dan kita beruntung, Ia mau menolong kita.
Hanya saja Tuhan mau kita berpegang pada
ketentuannya, bukan yang lain. Misalnya, Ia minta supaya bangsa Israel berfokus
pada tuntunan-Nya, serta meninggalkan penyembahan berhala.
Namun
manusia memang sukar dibilangin. Kelakuannya menentang Tuhan tetap saja dipraktekkan.
Sepertinya Tuhan bukan yang utama dan satu-satunya yang ada dalam hidup mereka.
Setidaknya itu yang digambarkan dalam cerita pada Injil Markus 7 ini.
Orang-orang Farisi dan beberapa guru agama memprotes Yesus karena
murid-murid-Nya makan dengan tangan yang tidak bersih, dan hal itu dianggap
menentang tradisi nenek moyang. Yesus tentu mengetahui sisi positif tradisi
itu. Yesus pun tidak memandang buruk tradisi tersebut. Akan tetapi Yesus lebih menaruh
perhatian pada sikap hidup bersih yang berasal dari hati yang murni dibanding
mendahulukan kesempurnaan memelihara tradisi. Yang dikehendaki Allah adalah
sikap hati yang mendahulukan kebenaran Allah. Sebab orang-orang yang memprotes
Yesus itu bersikap seolah mereka menjaga pengajaran kebenaran sekuat mungkin,
padahal tindakan sehari-hari mereka jauh dari apa yang diajarkan Yesus. Malah
mereka menggantikan aturan (baca: ajaran) Tuhan dengan aturan sendiri. Itu
artinya mereka menolak ketentuan Tuhan dan menerapkan keinginan mereka. Parahnya,
mereka menganggap ketentuan yang mereka buat itulah yang merupakan ketentuan
Tuhan yang harus ditaati oleh orang lain. Terhadap hal semacam ini, tidak ada
kuasa Tuhan yang akan terjadi dalam usaha menyelesaikan pergumulan yang kita
hadapi.
Doa Bersama
Mari mendoakan:
a.
Hidup
yang terus diwarnai kerinduan menemukan kehendak Tuhan
b.
agar
kita memperlihatkan sikap yang merendah
c.
dan
membuat suasana yang tegang jadi cair dan hangat
Nyanyian Bersama
NKB 129 – Indah
Mulia, Bahagia Penuh
Indah
mulia, bahagia penuh,
bersandarkan
lengan yang kekal.
Damai
dan berkat sungguh milikku,
bersandarkan
lengan yang kekal.
Aman, aman dari bencana dan sesal,
aman, aman, bersandarkan lengan yang
kekal.
O
indah benar, ikut jalan-Nya,
bersandarkan
lengan yang kekal.
Langkahku
teguh, jalanku cerah,
bersandarkan
lengan yang kekal.
Tiada
‘ku cemas, takut pun enyah,
berdasarkan
lengan yang kekal.
Hatiku
tenang, ‘ku dihantar-Nya,
bersandarkan
lengan yang kekal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar